Selasa, 18 Januari 2011

Takwa

"Takwa kepada Allah adalah poros segala kebahagiaan. Sedang mengikuti hawa nafsu inti saluran kejelekan"
(Syaikh Zaenudin bin Ali Al Mi'bari)

Takwa
Kata "taqwa" merupakan bentuk masdar (kata jadian) dari kata "waqa" yang berarti menghalangi diri dari segala hasrat biologis (syahwat). Ahmad Al Hijazi daalam kita Tuhfatul Khawash menyatakan bahwa secara etimologi takwa berarti menjauhkan diri dari segala sesuatu yang membahayakan agama dan dunia. 
Dalam isitilah syara', takwa berarti menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan, khusunya menjauhi hal-hal yang syubhat, lebih-lebih yang haram. Takwa merupakan tameng tameng diri dari perbuatan maksiat, dalam bentuk energi tekad kuat ('azimah) untuk meninggalkan dan menghadirkan pengetahuan tentang kejelekan perbuatan dosa. 

Sebagian ulama merumuskan arti takwa dengan menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya lahir dan batin disertai dengan perasaan akan keagungan Allah dan kewibawaan-Nya, serta merasa takut terputus rahmat (khasyah) dan takut atas keagungan-Nya (haibah). 
Ada juga ulama yang menyatakan bahwa yang disebut dengan orang yang bertakwa ialah orang yang menjauhi segala sesuatu selain Allah. Ada juga yang menyatakan bahwa orang yang ingin ketakwaannya baik, hendaklah meninggalkan seluruh dosa. 

Nusranazi menyatakan, "Orang yang terus menerus bertakwa, ia akan merasa rindu berpisah dengan dunia, oleh sebab Allah berfirman, "Sesungguhnya akhirat itu lebih baik bagi ornag-orang yang bertakwa. Apakah kamu tidak berpikir? (Q.S. Al An-'am: 32) 

Abu Abdillah Haris bin Asad Al Muhasibi berpendapat bahwa takwa ialah menjauhkan diri dari sesuatu yang membuatmu jauh dari Allah. Sebagian ulama lain menyatakan bahwa takwa ialah menjalankan ketaatan kepada Allah atas cahaya dari-Nya disertai dengan rasa takut akan siksa-Nya.

Takwa kepada Allah, baik dalam keadaan penyendirian maupun dalam keramaian manusia merupakan faktor penyebab tergapainya kebahagiaan dunia dan akhirat, karena takwa merupakan bekal hidup manusia di dunia dan akhirat, pangkal yang menghimpun segala kebaikannya serta poros dan asas segala kebahagiaan. Karena itu, apapun yang dibangun di atasnya, sepanjang masa, ia tidak akan roboh. Yang dimaksud dengan kebahagiaan di sini adalah taufiq, hidayah dan pertolongan Allah bagi hamba-Nya. Alangkah indahnya apa yang dilukiskan sebagian ulama dalam bait syair berikut: 
"Bila anda pergi tanpa bekal takwa, 
Maka setelah kematian tiada bekal selainnya."

Intinya bahwa seseorang tidak akan memperoleh kebaikan dunia dan akhirat selain dengan takwa. Begitu juga ia tidak akan dapat menghindari kejelekan dunia dan akhirat selain dengan takwa. 
Selain hal-hal tersebut, takwa juga merupakan wasiat Allah bagi orang-orang terdahulu dan terakhir. Ia berfirman, "Sesungguhnya Kami telah mewasiatkan kepada orang-orang yang diberi Al Kitab sebelummu dan juga kepadamu agar bertakwa kepada Allah" (Q.S. An Nisa: 131).

Berapa banyak kebaikan dan faidah yang dijanjikan Allah bagi orang-orang yang bertakwa, antara lain: 
  1. Allah adalah penyerta bagi orang yang bertakwa. (lihat Q.S At-Taubah : 36)
  2. Dianugerahi ilmu laduni (lihat QS. Al Baqarah : 282) 
  3. Selamat dari api neraka (lihat QS Maryam: 72) 
  4. Diberi jalan keluar dari segala kesulitan (lihat QS. At Thalaq: 2-3, 5)
  5. Dijanjikan surga (lihat QS. Qamar: 54)
  6. Diberi kemuliaan (lihat QS. Al Hujarat: 13) 
Memang sangat banyak kebajikan, kabahagiaan dan derajat yang tinggi yang dijanjikan oleh Allah  dan Rasul-Nya bagi orang-orang yang bertakwa.

Ya Allah jadikanlah kami orang-orang yang benar-benar bertakwa dan tetapkanlah kami dalam keislaman yang utuh. Amin ya Rabbal 'alamin.

Sumber: dikutip dari Syaikh Zaenudin Ali Al Mi'bari Al Malibari, Metode Revolusi Menuju Negeri Akhirat, Diterjemahkan oleh: H.M Hilman, Jakarta: Kalam Mulia, 2004, hal. 1-4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar