Rabu, 17 Agustus 2011

PUASA LAHIR BATIN

Oleh : Muhammad Noer

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah yang telah memberi kita kesempatan untuk menjalani Ramadhan tahun ini.
Rasulullah saw bersabda, “Banyak orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa selain lapar dan dahaga.”
Hadis di atas mengindikasikan bahwa puasa seharusnya tidak sekedar menahan diri dari lapar dan dahaga. Jika hanya demikian, maka akan merugilah orang yang berpuasa tersebut karena ia hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Puasa harus menjadi alat mentransformasi diri seseorang sehingga menambah kedekatan kepada Allah Ta’ala.
Dalam pemahaman umum, puasa adalah menahan diri dari makan dan minum sejak terbit matahari sampai waktu tenggelamnya. Termasuk di dalamnya menahan diri dari berhubungan seksual dengan pasangan. Ini adalah puasa lahir.
Sementara Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dalam Sirr Al-Asrar (Rahasia dari Segala Rahasia) menjelaskan ada puasa jenis yang lain yakni puasa batin. Puasa batin dilakukan dengan cara menjaga semua indra dan pikiran dari segala yang diharamkan. Dengan kata lain, puasa batin adalah meninggalkan ketidakselarasan, baik lahir maupun batin. Sedikit saja niat buruk hinggap di hatimu, puasamu rusak. Jika puasa lahir dibatasi oleh waktu, puasa batin dijalani selama-lamanya, selama hidup di dunia hingga kehidupan di akhirat. Itulah puasa sejati.

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani menjelaskan, puasa yang paling baik adalah puasa hakikat, yaitu mencegah hati dari menyembah selain Allah. Caranya adalah dengan membutakan mata hati dari segala yang ada, bahkan di alam hakikat di luar dunia ini sehingga yang tersisa hanyalah cinta kepada Allah.

Tak ada yang pantas diharapkan, tak ada tujuan lain, dan tak ada kekasih di dunia ini dan di akhirat, kecuali Allah. Puasa ruhani batal jika cinta kepada selain Allah, meski sebesar atom, memasuki hati. Jika itu terjadi, kita harus memulainya lagi, membangkitkan tekad dan niat untuk kembali kepada cinta-Nya di dunia ini dan di akhirat. Sebab, Allah berfirman, “Puasa adalah untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya.”
Semoga Allah membantu kita tak hanya berpuasa lahir, melainkan juga puasa batin. Semoga ibadah puasa tahun ini akan mengantarkan kita menjadi lebih dekat kepada Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 2:183 semoga puasa akan mengantarkan kita kepada ketaqwaan.
Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Tulisan ini merujuk karya Syaikh Abdul Qadir Jailani bagian “Puasa Lahir Batin” dalam Sirr Al Asrar yang diterbitkan Serambi, 2008
Rujukan lainnya adalah Meraih Kemuliaan Ramadhan, kumpulan tulisan dengan editor Laleh Bakhtiar dan pengantar oleh Seyyed Hossein Nasr yang diterbitkan Mizan, 1997

Sumber:
http://www.muhammadnoer.com/2009/08/puasa-lahir-batin/

Sudah Berapa Kali Kita Khatam al-Qur’an?

  Oleh: Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA
 
TADARUS al-Qur’an adalah suatu aktivitas interaksi seorang muslim dengan al-Quran. Ia merupakan amal shalih yang paling digalakkan pada bulan Ramadhan. Sayangnya, selama ini banyak orang semangat bertadarus, namun tujuannya pamer dengan suara yang keras dan lantang. Padahal, tadarus seperti ini akan hilang maknanya atau menjadi sia-sia, karena riya’  atau mengganggu orang lain. Terlebih lagi bagi orang yag bertadarus pada malam hari hingga lewat tengah malam dengan suara yang keras (memakai mikrofon). Tentu sangat mengganggu aktivitas istirahat dan ibadah saudara kita yang lain. Terlebih lagi ada saudara kita yang sakit.

Sebenarnya, tadarus tidak hanya bermakna memperbanyak bacaan al-Qur’an dan mengkhatamkannya, namun juga bermakna memahami, mentadabburi dan mempelajari al-Qur’an. Semua aktivitas yang berkaitan dengan al-Qur’an ini bertujuan untuk mengamalkan al-Qur’an. Sangatlah keliru bila seseorang mengklaim dirinya mengamalkan al-Qur’an tanpa membaca, memahami dan mempelajarinya. Karena, sebelum kita mengamalkan a-Quran, tentu harus melewati proses membaca, memahami dan mempelajarinya.


Pada bulan Ramadhan Rasulullah saw selalu bertadarus al-Qur’an dengan Jibril as, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Ibnu Abbas (H.R. Bukhari). Makna ruhiah inilah yang dipahami oleh para ulama salafusshalih (shahabat, tabiin dan tabi’ tabi’in) sehingga mereka meninggalkan sementara aktivitas dunia mereka, bahkan pengajian yang mereka asuh selama ini hanya untuk bertadarus atau berinteraksi dengan al-Qur’an pada bulan Ramadhan. Sebahagian mereka ada yang mengkhatamkan al-Quran setiap tiga hari. Ada pula yamg mengkhatamkannya setiap sepekan dan sepuluh hari. Bahkan ada yang mampu mengkhatamkan al-Qur’an setiap harinya pada bulan Ramadhan.

Maka, sudah sepantasnya bulan Ramadhan ini kita berkosentrasi penuh dengan al-Qur’an dan berinteraksi dengannya sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw dan para ulama salafusshalih.  Terlebih lagi bulan Ramadhan memiliki sederet kelebihan dan keutamaan, bulan dimana disediakan mega bonus pahala bagi orang yang mengisi hari-harinya dengan ibadah dan amal shalih, terutama aktivitas memperbanyak membaca dan mempelajari al-Qur’an yang dikenal dalam masyarakat kita dengan sebutan tadarrus al-Qur’an.


Lantas, bagaimana dengan komitmen kita selama ini sebagai seorang muslim terhadap al-Quran, sudahkah kita membacanya setiap hari dan mengkhatamkannya? Sudahkah kita memahami makna  dan isi kandungan al-Qur’an dan mentadabburi ayat-ayatnya?

Pertanyaan ini penting dijawab oleh diri kita masing-masing sebagai introspeksi dan inspirasi bagi kita untuk bersemangat dalam berinteraksi dengan al-Qur’an, terlebih lagi di bulan Ramadhan ini.

  Kiat Berinteraksi dengan al-Quran
  Di bulan Ramadhan inilah kita perlu mempertegas kembali komitmen dan interaksi kita terhadap al-Qur’an. Interaksi dengan al-Qur’an atau tadarus al-Qur’an dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:

Pertama, memperbanyak bacaan al-Qur’an. Bertekad untuk membaca al-Qur’an setiap harinya di bulan Ramadhan. Target minimal mampu membaca 1 juz setiap harinya sehingga dapat mengkhatamkan bacaan al-Qur’an sekali selama bulan Ramadhan. Bahkan kalau bisa, kita harus punya target beberapa kali khatam. Sehingga, setelah Ramadhan sudah terbiasa membacanya. Bila kita mampu membaca 1 juz setiap hari berarti kita mampu mengkhatamkan hanya 1 kali selama bulan Ramadhan. Sebenarnya, orang yang mengkhatamkan al-Qur’an hanya 1 kali masih termasuk orang yang malas.


Kenapa demikian? Karena, membaca 1 juz dengan bacaan tartil hanya memakan waktu sekitar 30 s/d 45 menit. Masih banyak tersisa waktu (baca: 23 jam lagi) yang bisa kita gunakan untuk urusan dunia dan akhirat.
Bayangkan, kalau kita mampu membaca 2 juz setiap harinya, berarti akan khatam 2 kali dalam sebulan. Bagaimana kalau kita mampu membaca 5 juz per hari? Tentu khatam 5 kali dalam sebulan. Hal ini tidak terlalu sulit bila kita mau membagi waktu dengan baik.


Caranya mudah, setiap habis shalat fardhu kita berkomitmen untuk baca 1 juz. Maka, bila sehari semalam itu shalat fardu 5 waktu, berarti kita mampu baca 5 juz. Bila kita mampu membaca 5 Juz setiap harinya, berarti kita mampu mengkhatamkan al-Qur’an 5 kali dalam sebulan. Maka tidak mengherankan, bila para ulama salafus shalih mampu mengkhatamkan al-Qur’an selama bulan Ramadhan sampai 10 kali khatam.

Selama ini kita mampu membaca surat kabar yang jumlah hurufnya lebih kurang sebanyak jumlah huruf dalam 1 juz al-Qur’an dalam waktu 15-30 menit. Begitu pula kita mampu suatu majalah dalam waktu waktu beberapa jam bisa mengkhatamkannya. Bahkan kita mampu membaca sebuah buku yang lembaran halamannya setebal al-Qur’an setebal al-Qur’an, baik berupa buku novel, cerpen, roman, komik, buku kuliah dan sebagainya dalam waktu beberapa hari berhasil mengkhatamkannya. Namun sayangnya, giliran membaca al-Qur’an kita tidak mampu membaca 1 juz atau beberapa juz dari Al-Qur’an dalam sehari, terlebih lagi mengkhatamkannya dalam beberapa hari sebagaimana dilakukan oleh para ulama salafusshalih.

Paling tidak, kita berkomitmen untuk mampu membaca 1 juz Al-Qur’an setiap harinya yang hanya butuh waktu kurang dari 1 jam dalam waktu 24 jam yang Allah sediakan waktu buat kita dalam sehari. Terlebih lagi membaca al-Qur’an merupakan ibadah dan mendapat keutamaan yang banyak bagi orang yang membacanya. Tidak demikian halnya dengan bacaan lainnya seperti buku kuliah, novel, komik, koran, majalah dan sebagainya.

Kedua, memahami isi kandungan al-Qur’an yaitu dengan cara memahami makna ayat-ayat al-Qur’an baik secara harfiah (terjemahan) maupun makna tafsir ayat tersebut, agar kita mengerti apa yang kita baca yaitu pesan dan ajaran Allah tersebut sehingga dapat kita amalkan. Mengamalkan al-Qur’an tidak mungkin dilakukan tanpa mengetahui pesan-pesan al-Qur’an tersebut. Begitu pula dengan cara mentadabburi (menghayati) kisah-kisah dalam al-Qur’an, agar menjadi ibrah dan dapat diambil manfaatnya sebagai cermin untuk kehidupan kita saat ini. Tentu kisah yang baik perlu dicontoh dan diamalkan, sedangkan kisah yang tidak baik perlu dijauhi dan ditinggalkan.


Ketiga, menghafal al-Qur’an. Minimal surat-surat pendek dan surat-surat penting lainnya yang sering dibaca dalam shalat. Para ulama shalafus shalih mampu hafal al-Qur’an dalam umur masih kanak-kanak. Misalnya, imam Syafi’i hafal al-Qur’an pada umur 7 tahun. Itulah modal kesuksesan mereka di dunia dan di akhirat, sehingga mengantarkan mereka menjadi seorang ulama dan menjadi hamba Allah yang bertakwa.


Maka sangat disayangkan, jika kita mampu menghafal banyak lagu dan puisi, namun kita tidak mampu menghafal ayat-ayat Al-Qur’an yang suci dan mulia, walaupun hanya beberapa surat pendek atau juz amma. Bahkan, lebih parahnya lagi bila kita merasa tenang dan terhibur dengan lagu dan musik yang melalaikan kita dari ibadah dan mengumbarkan syahwat, namun kita tidak merasa tenang dengan membaca dan mendengar Al-Qur’an yang merupakan kalam suci Allah Swt, padahal Allah berfirman.


لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً



“Sesunggguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri tauladan bagimu..” (QS. Al-Ahzab: 21). Hal ini ditegaskan pula di dalam ayat yang lain: “Sesunggguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur” (QS. Al-Qalam: 4).


Begitu agung dan mulianya akhlak Rasulullah sehingga beliau mendapat pujian dari Allah Swt. Inilah rahasia kesuksesan dakwah Rasulullah saw, sehingga Islam tersebar keseluruh penjuru dunia dan menjadi rahmatan lil ‘alamin.


Demikianlah cara muamalah (interaksi) kita dengan al-Qur’an.

Bulan Ramadhan merupakan momentum yang sangat tepat untuk mempertegas kembali komitmen kita terhadap al-Qur’an. Berbagai kelebihan dan keutamaan Ramadhan sejatinya mampu memotivasi kita untuk lebih peduli dan intensif dalam berinteraksi dengan al-Qur’an.


Sungguh sangat ironis, bila dalam bulan mega bonus pahala ini kita masih malas membaca al-Qur’an dan tidak mampu mengkhatamkannya, maka kapan lagi kita akan rajin membaca Al-Qur’an dan mampu mengkhatamkannnya? Sudah dapat dipastikan kita akan lebih malas lagi membaca Al-Qur’an pada bulan lainnya yang tidak memiliki keutamaan seperti yang dimiliki oleh bulan Ramadhan dengan berbagai kesibukan dan godaan dunia.

Sumber: 
  http://hidayatullah.com/read/18500/17/08/2011/sudah-berapa-kali-kita-khatam-al-qur%E2%80%99an?.html